Kami Panitia Renovasi Masjid Jami Al Barokah menerima dan menyalurkan infak sodhakoh jariyah, kirimkan infak sodhakoh jariyah ke rekening kami atau dapat langsung diantar ke Masjid Jami Al Barokah Jl. Warakas V Gang 6 No.87 RT. 008/RW. 09 Kel.Warakas, teriring ucapan “jaza kallah ahsanal jaza” semoga infak sodhakoh jariyah dapat menjadi berkah dan semoga Allah SWT akan melipat gandakan-NYA. Amien~~~ ....Bpk Mahir 06/10/2012 Warakas V Gg.6/96*Besi 40 btg ....Hamba Allah 12/10/2012 Warakas V Gg.6/70*Pasir 1 colt ....Hamba Allah 13/10/2012 Warakas V Gg.6/70*semen 3 sak ....1 Hamba Allah *30 September 2012* Rp500.000 ....2 Hamba Allah *30 September 2012* Rp250.000 ....3 Hamba Allah *30 September 2012* Rp250.000 ....4 Ibu Rojilah *30 September 2012* Rp20.000 ....5 Hamba Allah *30 September 2012* Rp200.000 ....6 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....7 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....8 Ibu Rojilah *06 Oktober 2012* Rp20.000 ....9 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....10 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....11 Ibu Sumiyati *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....12 Ibu Ropinah *06 Oktober 2012* Rp150.000 ....13 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp50.000 ....14 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp20.000 ....15 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp150.000 ....16 Kel.Alm Dani bin Hafid *06 Oktober 2012* Rp30.000 ....17 Rajali Bin Lahat *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....18 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....19 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....20 H.Milujami *06 Oktober 2012* Rp300.000 ....21 Hj. Rohainah *06 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....22 Ibu Yani *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....23 Kel. Alm Pa Ampe *06 Oktober 2012* Rp500.000 ....24 H. Dulhadi *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....25 Hamba Allah *07 Oktober 2012* Rp50.000 ....26 Bpk. Wawan Ruswandi *07 Oktober 2012* Rp500.000 ....27 H. Edi Junaedi *07 Oktober 2012* Rp300.000 ....28 H. Waridi gg V/77 *07 Oktober 2012* Rp150.000 ....29 Hamba Allah *07 Oktober 2012* Rp500.000 ....30 Hamba Allah gg 7 *07 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....31 A.Haris bin Kamaludin *07 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....32 Said *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....33 Hamba Allah *07 Oktober 2012* Rp60.000 ....34 Yuningsih *07 Oktober 2012* Rp50.000 ....35 Bpk.Irma *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....36 Zulkifli *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....37 Hamba Allah *08 Oktober 2012* Rp200.000 ....38 Khosyi Hukama *09 Oktober 2012* Rp200.000 ....39 Hamba Allah *10 Oktober 2012* Rp200.000 ....40 Hamba Allah *10 Oktober 2012* Rp100.000 ....41 Hamba Allah *12 Oktober 2012* Rp60.000 ....42 Rahayu Yosep *12 Oktober 2012* Rp300.000 ....43 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....44 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....45 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....46 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp200.000 ....47 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....48 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp500.000 ....49 Ibu Nur Aini *09 Oktober 2012* Rp500.000 ....50 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp200.000 ....51 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp50.000 ....52 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....53 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....54 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp50.000 ....55 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp500.000

Minggu, 04 April 2010

MENUNDA KEMATIAN

“ Hai orang-orang yang beriman, Berinfaqlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang lalim”.( Al-Baqoroh : 254 )


Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke, sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU.Tubuhnya terbujur tak berdaya. Samar-samar dia melihat dokter yang merawatnya berbicara kepada istrinya. Dia tidak paham yang mereka bicarakan.Dokter itu menggelengkan kepalanya, kemudian istrinya terlihat sedih sambil memandangnya. Kemudian dia tak sadarkan diri.

Tepat pukul 24.00, saat orang-orang terlelap . Dia melihat sesosok bayangan terang. Sesosok itu menatapnya dingin.

" Aku adalah malaikat maut ..." katanya datar. Malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.

" Aku hanya memberi kabar padamu, Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan tetap hidup. Tapi jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia ! "

"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang ..." kata si pengusaha ini dengan yakinnya. Setelah itu Malaikat pun pergi dan akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.

Keesokan harinya, Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit."

Malaikat itu menjawab, "aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 1 jam lagi, rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu."

Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si Malaikat menunjukkan layar besar mirip layar bioskop dan menunjukkan siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya.

Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra-putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka.

Kata Malaikat, "Aku beritahu, kenapa Tuhan memberikanmu kesempatan kedua ?? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu."

Kembali terlihat di mana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh,

"Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar di hadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah dan hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri." Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat.

Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini . . . timbul penyesalan bahwa selama ini dia bukanlah suami yang baik dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya, dan malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa tapi waktunya sudah terlambat! Ternyata sampai menit terakhir belum ada lagi orang yang mendoakannya...

Dengan setengah bergumam dia bertanya, "Apakah di antara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?"

Jawab si Malaikat, "Ada beberapa yang berdoa buatmu ketika mereka menjenguk tapi mereka tidak tulus, bahkan ada yang hatinya berbisik mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini..

Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik, bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah. Engkaupun tidak pernah peduli terhadap penderitaan orang-orang di sekitarmu"

Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia, tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam. Dan sadarlah bahwa dia memang orang yang tidak pernah peduli dan memiliki perhatian yang tulus kepada orang lain. Bagaimana mungkin orang lain tulus mendoakannya ??

Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, " Selamat. Tuhan memerintahkanku menunda kematianmu ! Kau tidak jadi meninggal, karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00."

Dengan terheran-heran dan tidak percaya,si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

"Bukankah itu Panti Asuhan?" kata si pengusaha pelan.

"Benar, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri."

"Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU, setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu."

Saudaraku, Ketika kita sakit, atau meninggal dunia...
berapa banyak orang yang benar-benar peduli dan tulus mendoakan kita ?

Dari Ibnu Umar bahwa seorang lelaki mendatangi Nabi saw dan berkata,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah ? dan amal apakah yang paling dicintai Allah swt?”

Rasulullah saw menjawab,”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan.

Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan.

Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat.

Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani)

* Hadits ini dihasankan oleh Syeikh al Albani didalam kitab “at Targhib wa at Tarhib” (2623)

Dicopy dari : www.rumah yatim indonesia.com

Selengkapnya...

Minggu, 21 Maret 2010

Majelis Ta'lim Ukhuwah Islamiyah

Majelis Ta'lim Ukhuwah Islamiah yang beranggotakan 22 Masjid di SUWARGO [Sungai Bambu, Warakas & Papanggo] senantiasa menebar hikmah di setiap Minggu pagi bada Sholat shubuh


KH. Abdul Wahab sebagai Ketua Masjid Jami Al Barokah dan juga Ketua Majelis Ta'lim Ukhuwah Islamiayah, memimpin jemaah majelis ta'lim untuk marhabanan.


Jemaah tampak sangat ikhlas dan dengan khusuknya melantunkan salam & sholawat dalam marhabanan. 


mempunyai bayi atau anak kecil bukan halangan untuk mencari ilmu, ilmu yang disampaikan oleh guru-guru dalam majelis ta'lim Ukhuwah Islamiayah.

Penuh dengan kekhusukkan para jemaah, mendengarkan setiap materi yang disamapaikan oleh para guru.


Sambil menjaga kendaraan jemaah, tuan rumah [Masjid Jami Al Barokah] mengikuti materi yang disampaikan oleh para guru.

Selengkapnya...

Sabtu, 13 Maret 2010

Memandang Wajah Allah, Kenikmatan Tertinggi di Akhirat

Salah satu ideologi dan prinsip dasar Ahlus sunnah wal jama’ah yang tercantum dalam kitab-kitab aqidah para ulama salaf, adalah kewajiban mengimani bahwa kaum mu’minin akan melihat wajah Allah Ta’ala yang maha mulia di akhirat nanti, sebagai balasan keimanan dan keyakinan mereka yang benar kepada Allah Ta’ala sewaktu di dunia.

Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ahlus sunnah wal jama’ah di zamannya, menegaskan ideologi Ahlus sunnah yang agung ini dalam ucapan beliau, “(Termasuk prinsip-prinsip dasar Ahlus sunnah adalah kewajiban) mengimani (bahwa kaum mu’minin) akan melihat (wajah Allah Ta’ala yang maha mulia) pada hari kiamat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang shahih”[1].

Imam Ismail bin Yahya al-Muzani berkata[2], “Penghuni surga pada hari kiamat akan melihat (wajah) Rabb (Tuhan) mereka (Allah Ta’ala), mereka tidak merasa ragu dan bimbang dalam melihat Allah Ta’ala, maka wajah-wajah mereka akan ceria dengan kemuliaan dari-Nya dan mata-mata mereka dengan karunia-Nya akan melihat kepada-Nya, dalam kenikmatan (hidup) yang kekal abadi…”[3].

Demikian pula Imam Abu Ja’far ath-Thahawi[4] menegaskan prinsip yang agung ini dengan lebih terperinci dalam ucapannya, “Memandang wajah Allah Ta’ala bagi penghuni surga adalah kebenaran (yang wajib diimani), (dengan pandangan) yang tanpa meliputi (secara keseluruhan) dan tanpa (menanyakan) bagaimana (keadaan yang sebenarnya), sebagaimana yang ditegaskan dalam kitabullah (al-Qur’an):

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS Al-Qiyaamah:22-23).

Penafsiran ayat ini adalah sebagaimana yang Allah Ta’ala ketahui dan kehendaki (bukan berdasarkan akal dan hawa nafsu manusia), dan semua hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan masalah ini adalah (benar) seperti yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan, dan maknanya seperti yang beliau inginkan. Kita tidak boleh membicarakan masalah ini dengan menta’wil (menyelewengkan arti yang sebenarnya) dengan akal kita (semata-mata), serta tidak mereka-reka dengan hawa nafsu kita, karena tidak akan selamat (keyakinan seseorang) dalam beragama kecuali jika dia tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengembalikan ilmu dalam hal-hal yang kurang jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya (para ulama Ahlus sunnah)”[5].

Dasar Penetapan Ideologi Ini

1- Firman Allah Ta’ala,

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri (indah). Kepada Rabbnyalah mereka melihat” (QS al-Qiyaamah:22-23)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman akan melihat wajah Allah Ta’ala dengan mata mereka di akhirat nanti, karena dalam ayat ini Allah Ta’ala menggandengakan kata “melihat” dengan kata depan “ilaa” yang ini berarti bahwa penglihatan tersebut berasal dari wajah-wajah mereka, artinya mereka melihat wajah Allah Ta’ala dengan indera penglihatan mereka[6].

Bahkan firman Allah Ta’ala ini menunjukkan bahwa wajah-wajah mereka yang indah dan berseri-seri karena kenikmatan di surga yang mereka rasakan, menjadi semakin indah dengan mereka melihat wajah Allah Ta’ala. Dan waktu mereka melihat wajah Allah Ta’ala adalah sesuai dengan tingkatan surga yang mereka tempati, ada yang melihat-Nya setiap hari di waktu pagi dan petang, dan ada yang melihat-Nya hanya satu kali dalam setiap pekan[7].

2- Firman Allah Ta’ala,

{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya” (QS Yunus:26).

Arti “tambahan” dalam ayat ini ditafsirkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih, yaitu kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling memahami makna firman Allah Ta’ala[8]. Dalam hadits yang shahih dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala Berfirman: “Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka mereka menjawab: Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka? Maka (pada waktu itu) Allah Membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka sukai daripada melihat (wajah) Allah Ta’ala”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut di atas[9].

Bahkan dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala adalah kenikmatan yang paling mulia dan agung serta melebihi kenikmatan-kenikmatan di surga lainnya[10].

Imam Ibnu Katsir berkata, ”(Kenikmatan) yang paling agung dan tinggi (yang melebihi semua) kenikmatan di surga adalah memandang wajah Allah yang maha mulia, karena inilah “tambahan” yang paling agung (melebihi) semua (kenikmatan) yang Allah berikan kepada para penghuni surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan (semata-mata) karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat Allah” [11].

Lebih lanjut imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam kitab beliau “Ighaatsatul lahafaan”[12] menjelaskan bahwa kenikmatan tertinggi di akhirat ini (melihat wajah Allah Ta’ala) adalah balasan yang Allah Ta’ala berikan kepada orang yang merasakan kenikmatan tertinggi di dunia, yaitu kesempurnaan dan kemanisan iman, kecintaan yang sempurna dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya, serta perasaan tenang dan bahagia ketika mendekatkan diri dan berzikir kepada-Nya. Beliau menjelaskan hal ini berdasarkan lafazh do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih,

أَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ

[As-aluka ladzdzatan nazhor ila wajhik, wasy-syauqo ilaa liqo'ik] “Aku meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah-Mu (di akhirat nanti) dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu (sewaktu di dunia)…”[13].

3- Firman Allah Ta’ala,

{لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ}

“Mereka di dalamnya (surga) memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami (ada) tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala)” (QS Qaaf:35).

4- Firman Allah Ta’ala,

{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) pada hari kiamat benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka” (QS al-Muthaffifin:15).

Imam asy-Syafi’i ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Ketika Allah menghalangi orang-orang kafir (dari melihat-Nya) karena Dia murka (kepada mereka), maka ini menunjukkan bahwa orang-orang yang dicintai-Nya akan melihat-Nya karena Dia ridha (kepada mereka)”[14].

5- Demikian pula dalil-dalil dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menetapkan masalah ini sangat banyak bahkan mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan dari banyak jalur sehingga tidak bisa ditolak).

Imam Ibnu Katsir berkata, “(Keyakinan bahwa) orang-orang yang beriman akan melihat (wajah) Allah Ta’ala di akhirat nanti telah ditetapkan dalam hadits-hadits yang shahih, dari (banyak) jalur periwayatan yang (mencapai derajat) mutawatir, menurut para imam ahli hadits, sehingga mustahil untuk ditolak dan diingkari”[15].

Di antara hadits-hadits tersebut adalah dua hadits yang sudah kami sebutkan di atas. Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian (Allah Ta’ala pada hari kiamat nanti) sebagaimana kalian melihat bulan purnama (dengan jelas), dan kalian tidak akan berdesak-desakan dalam waktu melihat-Nya…”[16].

Kerancuan dan Jawabannya

Demikian jelas dan gamblangnya keyakinan dan prinsip dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini, tapi bersamaan dengan itu beberapa kelompok sesat yang pemahamannya menyimpang dari jalan yang benar, seperti Jahmiyah dan Mu’tazilah, mereka mengingkari keyakinan yang agung ini, dengan syubhat-syubhat (kerancuan) yang mereka sandarkan kepada dalil (argumentasi) dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kemudian mereka selewengkan artinya sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Akan tetapi, kalau kita renungkan dengan seksama, kita akan dapati bahwa semua dalil (argumentasi) dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mereka gunakan untuk membela kebatilan dan kesesatan mereka, pada hakikatnya justru merupakan dalil untuk menyanggah kebatilan mereka dan bukan untuk mendukungnya[17].

Di antara sybhat-syubhat mereka tersebut adalah:

1- Mereka berdalih dengan firman Allah Ta’ala,

{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ}

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Rabb telah berfirman (langsung kepadanya), berkatalah Musa:”Ya Rabbku, nampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu”. Allah berfirman:”Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (seperti sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:”Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman” (QS al-A’raaf:143).

Mereka mengatakan bahwa dalam ayat ini Allah menolak permintaan nabi Musa ‘alaihis salam untuk melihat-Nya dengan menggunakan kata “lan” yang berarti penafian selama-lamanya, ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala tidak akan mungkin bisa dilihat selama-lamanya[18].

Jawaban atas syubhat ini:

- Ucapan mereka bahwa kata “lan” berarti penafian selama-lamanya, adalah pengakuan tanpa dalil dan bukti, karena ini bertentangan dengan penjelasan para ulama ahli bahasa arab.

Ibnu Malik, salah seorang ulama ahli tata bahasa Arab, berkata dalam syairnya:

Barangsiapa yang beranggapan bahwa (kata) “lan” berarti penafian selama-lamanya

Maka tolaklah pendapat ini dan ambillah pendapat selainnya[19]

Maka makna yang benar dari ayat ini adalah bahwa Allah Ta’ala menolak permintaan nabi Musa ‘alaihis salam tersebut sewaktu di dunia, karena memang tidak ada seorangpun yang bisa melihat-Nya di dunia. Adapun di akhirat nanti maka Allah Ta’ala akan memudahkan hal itu bagi orang-orang yang beriman[20]. Sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ketahuilah, tidak ada seorangpun di antara kamu yang (bisa) melihat Rabb-nya (Allah) Ta’ala sampai dia mati (di akhirat nanti)”[21].

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu: Apakah engkau telah melihat Rabb-mu (Allah Ta’ala)? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Dia terhalangi dengan hijab) cahaya, maka bagaimana aku (bisa) melihat-Nya?”[22]. Oleh karena itulah, Ummul mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Barangsiapa yang menyangka bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat Rabb-nya (Allah Ta’ala) maka sungguh dia telah melakukan kedustaan yang besar atas (nama) Allah” [23].

- Permintaan nabi Musa ‘alaihis salam dalam ayat ini untuk melihat Allah Ta’ala justru menunjukkan bahwa Allah Ta’ala mungkin untuk dilihat, karena tidak mungkin seorang hamba yang mulia dan shaleh seperti nabi Musa ‘alaihis salam meminta sesuatu yang mustahil terjadi dan melampaui batas, apalagi dalam hal yang berhubungan dengan hak Allah Ta’ala. Karena permintaan sesuatu yang mustahil dan melampaui batas, apalagi dalam hal yang berhubungan dengan hak Allah Ta’ala hanyalah dilakukan oleh orang yang bodoh dan tidak mengenal Rabb-nya, dan nabi Musa ‘alaihis salam terlalu mulia dan agung untuk disifati seperti itu, bahkan beliau adalah termasuk nabi Allah Ta’ala yang mulia dan hamba-Nya yang paling mengenal-Nya[24].

Maka jelaslah bahwa ayat yang mereka jadikan sandaran ini, pada hakikatnya jutru merupakan dalil untuk menyanggah kesesatan mereka dan bukan mendukungnya.

2- Mereka berdalih dengan firman Allah Ta’ala,

{لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}

“Dia tidak dapat dicapai (diliputi) oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS al-An’aam:103).

Jawaban atas syubhat ini:

- Sebagian dari para ulama salaf ada yang menafsirkan ayat ini: “Dia tidak dapat dicapai (diliputi) oleh penglihatan mata di dunia ini, sedangkan di akhirat nanti pandangan mata (orang-orang yang beriman) bisa melihatnya[25].

- Dalam ayat ini Allah Ta’ala hanya menafikan al-idraak yang berarti al-ihaathah (meliputi/melihat secara keseluruhan), sedangkan melihat tidak sama dengan meliputi[26], bukankan manusia bisa melihat matahari di siang hari tapi dia tidak bisa meliputinya secara keseluruhan?[27]

- al-Idraak (meliputi/melihat secara keseluruhan) artinya lebih khusus dari pada ar-ru’yah (melihat), maka dengan dinafikannya al-Idraak menunjukkan adanya ar-ru’yah­ (melihat Allah Ta’ala), karena penafian sesuatu yang lebih khusus menunjukkan tetap dan adanya sesuatu yang lebih umum[28].

Sekali lagi ini membuktikan bahwa ayat yang mereka jadikan sandaran ini, pada hakikatnya jutru merupakan dalil untuk menyanggah kesesatan mereka dan bukan mendukungnya.

Penutup

Demikianlah penjelasan ringkas tentang salah satu keyakinan dan prinsip dasar Ahlus sunnah wal jama’ah yang agung, melihat wajah Allah Ta’ala. Dengan memahami dan mengimani masalah ini dengan benar, maka peluang kita untuk mendapatkan anugrah dan kenikmatan tersebut akan semakin besar, dengan rahmat dan karunia-Nya.

Adapun orang-orang yang tidak memahaminya dengan benar, apalagi mengingkarinya, maka mereka sangat terancam untuk terhalangi dari mendapatkan kemuliaan dan anugrah tersebut, minimal akan berkurang kesempurnaannya, na’uudzu billahi min dzaalik.

Dalam hal ini salah seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari) suatu kemuliaan, maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan tersebut”[29].

Akhirnya kami berdoa kepada Allah Ta’ala dengan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas:

Aku meminta kepada-Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah-Mu (di akhirat nanti)

dan aku meminta kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu (sewaktu di dunia)

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 12 Rabi’ul awwal 1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

Artikel www.muslim.or.id


Selengkapnya...

Minggu, 07 Maret 2010

Keagungan Rasulullah Muhammad SAW

Hari ini 12 RobiulAwal adalah hari bersejarah yaitu lahirnya sang pemimpin agung dari kalangan Yatim Piatu yang juga keluarga miskin, kegigihannya dalam menapaki kehidupan yang sangat penuh tantangan membuat Beliau lahir sebagai teladan disegala aspek kehidupan.

Kisah terakhir ini bukan ingin menceritakan detik-detik kelahiran Beliau sang kekasih Allah, tetapi ingin mengajak kita semua merasakan detik-detik terakhir bersama Rasulullah Muhammad SAW. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya. Maka taati dan bertaqwalah kepadaNya.

Kuwariskan 2 hal pada kalian, Al Quran dan Sunnahku. Barangsiapa mencintai sunnahku, berarti mencintaiku dan kelak orang yagn mencintaiku akan bersama sama masuk surga bersamaku” Kutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabanya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengna berkaca kaca. Umar dadanya berdegubkencang menaha napas dan tangisnya. Utsman menghela napas panjang. Ali menundukkan kepala dalam dalam…..Isyarat itu telah datang, saatnya telah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda tanda itu semakin kuat tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun mimbar. Saat itu seluruh sahabat yang hadir serasa Manahan detik detik berlalu. Matahari kian tinggi, tetapi pintu Rasulullah masih tertutup. Di dalamnya Rasulullah sedang terbaring lemah dengan kening berkeringat dan membasahi pelepah kurma yagn menjadi alas tempat tidurnya. Tiba tida dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tetapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk. “Maafkanlah, tetapi ayahku sedang sakit” kata Fatimah sambil membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian dia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membukakan mata dan beratnya pada Fatimah. “Siapakah itu, wahai putriku?” “Aku tidak kenal ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu satu garis wajahnya seolah hendak di kenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tetapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yagn sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara lemah. “Pintu pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tetapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya’” kata Jibril. Detik detik semakin dekat, saatnya Izrail melaksanakan tugas. Perlahan ruh Rasulullah di tarik. Tamapak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini’ lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali disampingnya menunduk kian dalam dan Jibril membuang muka. “jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?’ Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah di renggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dasyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya, ‘Ushikum bi ash shalati wa ma malakat aimanukuk’ Peliharalah shalatmu dan santuni orang orang lemah di antaramu. Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat sahabat saling berpelukan. Fatimahmenutup wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasul yagnmulai kebiruan. ‘Ummati ummati ummati’ dan pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Siapakah yang disapa lembaut Rasulullah pada detik detik akhir hayatnya? Umatku…umatku…umatku… Inilah Nabi yang membasahi janggutnya dengan air mata akrena memikirkan derita umat sepeninggalnya, yagn merebahkan dirinya di atas tanah dan mengangkatnya sebelum Allah mengizinkannya untuk memberikan syafaat kepada umatnya, yang suka dukanya terpaut dengan umat yang dipimpinnya. ‘Telah datang kepadamu seorang rasul dari kalanganmu sendiri. Berat baginya apa yag kamu derita, sangat ingin agar kamu mendapatkan kebahagiaan. Ia sangat pengasih dan penyayang kepada orang orang yang beriman’ (QS At Taubah, 9:128) Salam álaik Yaa Rosulloh. Kau begitu mencintai Kami... Sebagaimana diriwayatkan dalam HR Bukhori: Jabir RA meriwayatkan, “Nabi SAW selalu bersandar pada sebatang pohon kurma (yang awalnya terletak pada tempat dimana tiang ini berada) ketika melakukan khutbah Jumat, kaum Ansar dengan hormat menawarkan pada Nabi SAW, “Kami dapat membuat sebuah mimbar untukmu, jika engkau menyetujuinya”. Nabi SAW menyetujuinya .Dan sebuah mimbar yang terdiri dari 3 anak tangga dibangun. Ketika Nabi SAW duduk di atas mimbar ini untuk berkhutbah, Terdengar batang pohon kurma itu menangis seperti anak kecil. Nabi SAW mendekati pohon yang sedang menangis ini dan kemudian memeluknya. Rosululloh SAW bersabda : “apakah Engkau tidak ridha dikuburkan disini dan kelak akan bersamaku di surga?” Kemudian Pohon ini terdiam. ( Sekarang ini , tiang dimana pohon kurma itu dulu berada, dikenal dengan sebutan tiang Mukhallaqah. ) Pohon kurma ini menangis karena Ia berpisah dengan Nabi SAW. Pohon ini merasakan kepedihan perpisahan dengan Sang Kekasih Agung.... Sumber : http://www.rumah-yatim-indonesia.org
Selengkapnya...

Selasa, 16 Februari 2010

Mengimani Para Utusan Allah

Rukun Iman keempat yang harus diimani oleh setiap mukmin adalah beriman kepada para Nabi dan Rasul utusan Allah. Diutusnya Rasul merupakan nikmat yang sangat agung. Kebutuhan manusia terhadap diutusnya Rasul melebihi kebutuhan manusia terhadap hal-hal lain. Untuk itu, kita tidak boleh salah dalam meyakini keimanan kita kepada utusan Allah yang mulia ini. Berikut adalah penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan iman kepada Nabi dan Rasul.

Dalil-Dalil Kewajiban Beriman Kepada Para Rasul

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan wajibnya beriman kepada para Rasul, di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ باِللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَالْمَلَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّنَ

“Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi” (QS. Al Baqarah: 177)

كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا

“Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya (mereka mengatakan):’ Kita tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dan rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan “Kami dengar dan kami taat…” (QS. Al Baqarah: 285)

Pada ayat-ayat di atas Allah menggandengkan antara keimanan kepada para Rasul dengan keimanan terhadap diri-Nya, malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Allah menghukumi kafir orang yang membedakan antara keimanan kepada Allah dan para Rasul. Mereka beriman terhadap sebagian namun kafir tehadap sebagian yang lain (Al Irsyaad ilaa shahiihil I’tiqaad, hal 146)

Pokok-Pokok Keimanan Terhadap Para Rasul

Keimanan yang benar terhadap para Rasul Allah harus mengandung empat unsur pokok yaitu:

1. Beriman bahwasanya risalah yang mereka bawa benar-benar risalah yang berasal dari wahyu Allah Ta’ala.
2. Beriman terhadap nama-nama mereka yang kita ketahui.
3. Membenarkan berita-berita yang shahih dari mereka.
4. Beramal dengan syariat Rasul yang diutus kepada kita, yaitu penutup para Nabi, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallaam. (Syarhu Ushuuill Iman, hal 34-35)

Antara Nabi dan Rasul

Sebagian ulama berpendapat bahwa nabi sama dengan rasul. Namun pendapat yang benar adalah nabi berbeda dengan rasul, walaupun terdapat beberapa persamaan. Nabi adalah seseorang yang Allah beri wahyu kepadanya dengan syariat untuk dirinya sendiri atau diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaum yang sudah bertauhid. Sedangkan rasul adalah seorang yang Allah beri wahyu kepadanya dengan syariat dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaum yang menyelisihnya. Nabi dan rasul memiliki beberapa persamaan dan perbedaan.

Persamaan Nabi dan Rasul adalah :
* Nabi dan Rasul sama-sama utusan Allah yang diberi wahyu oleh Allah, berdasarkan firman Allah,

وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلاَنَبِيٍّ

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi…” (QS. Al Hajj:52). Dalam ayat ini Allah membedakan antara nabi dan rasul, namun menjelasakan kalau keduanya merupakan utusan Allah.

* Nabi dan rasul sama-sama diutus untuk menyampaikan syariat.
* Nabi dan rasul ada yang diturunkan kepadanya kitab, ada pula yang tidak.

Perbedaan Nabi dan Rasul :

* Nabi diberi wahyu untuk disampaikan kepada kaum yang sudah bertauhid atau untuk diamalkan bagi dirinya sendiri, sebagaimana dalam sebuah hadist, ”Dan akan datang Nabi yang tidak memiliki satu pun pengikut”. Sedangkan rasul diutus untuk menyampaikan syariat kepada kaum yang menyelisihinya.
* Nabi mengikuti syariat sebelumnya yang sudah ada, sedangkan Rasul terkadang mengikuti syariat sebelumnya -seperti Yusuf yang diutus untuk kaumnya dengan syariat yang dibawa oleh Ibrahim dan Ya’qub- dan terkadang membawa syariat baru. (Diringkas dari Syarh al ‘Aqidah Ath Thahawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, hal 227-234)

Para Nabi dan Rasul Mengajarkan Agama yang Satu

Seluruh Nabi mengajarkan agama yang satu, walaupun mereka memiliki syariat-syariat yang berbeda. Allah Ta'ala berfirman,

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…. ”(QS. Asy Syuuraa:13)

يَآأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيمٌ {51} وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونَ {52}

“Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku” (QS. Al Mu’minun:51-52)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda, “Sesungguhnya seluruh nabi memiliki agama yang satu, dan para nabi adalah saudara” (Muttafaqun ‘alaih).

Agama seluruh para Nabi adalah satu, yaitu agama Islam. Allah tidak akan menerima agama selain Islam. Yang dimaksud dengan islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada Allah dengan mentaatinya, dan menjauhkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang musyrik. (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad hal 159-160).

Mendustakan Satu = Mendustakan Semuanya

Kewajiban seorang mukmin adalah beriman bahwa risalah para Rasul adalah benar-benar dari Allah. Barangsiapa mendustakan risalah mereka, sekalipun hanya salah seorang di antara mereka, berarti ia telah mendustakan seluruh para rasul. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ

“Kaum Nabi Nuh telah mendustakan para Rasul” (QS. Asy Syu’araa’:105)

Dalam ayat in Allah menilai tindakan kaum Nuh sebagai pendustaan kepada para rasul yang diutus oleh Allah, padahal ketika diutusnya Nuh belum ada seorang Rasulpun selain Nabi Nuh ‘alaihis salaam. Berdasarkan hal ini maka orang-orang Nasrani yang mendustakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mau mengikuti beliau berarti mereka telah mendustakan Al Masih bin Maryam (Nab Isa ‘alaihis salaam) dan tidak mengikuti ajarannya. (Syarhu Ushuulil Iman hal 34-35)

Mengimani Nama Para Rasul

Termasuk pokok keimanan adalah kita beriman bahwa para Rasul Allah memiliki nama. Sebagiannya diberitakan kepada kita dan sebagiannya tdak diberitakan kepada kita. Yang diberikan kepada kita seperti Muhanmad, Ibrahim, Musa, ‘Isa, dan Nuh ‘alahimus shalatu wa salaam. Kelima nama tersebut adalah para Rasul ‘Ulul Azmi. Allah Ta’ala telah menyebut mereka pada dua (tempat) surat di dalam Al Quran yakni surat Al Ahzaab dan As Syuraa,

وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ

“Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa bin Maryam…” (QS. Al Ahzab:7)

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ…

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya” (QS. Asy Syuraa:13)

Adapun terhadap para Rasul yang tidak kita ketahui nama-namanya, kita beriman secara global. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

“Dan sesungguhnya telah Kami utus bebrapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu” (QS. Al Mukmin:78). (Syarhu Ushuulil Iman,hal 35)

Para Rasul Pemberi Kabar Gembira Sekaligus Pemberi Peringatan

Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan kabar gembira sekaligus memberikan peringatan. Ini merupakan salah satu dari hikmah diutusnya para rasul kepada manusia. Maksud menyampaikan kabar gembira adalah menyebutkan pahala bagi orang yang taat, sekaligus memberikan peringatan kemudian mengancam orang yang durhaka dan orang kafir dengan kemurkaan dan siksa Allah. Allah Ta’ala berfirman,

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada lagi alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu” (QS. An Nisaa’ 165).

Ayat ini merupakan dalil bahwa tugas para Rasul ialah memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang mentaati Allah dan mengikuti keridhaan-Nya dengan melakukan kebaikan. Dan bagi siapa yang menentang perintah-Nya dan mendustakan para rasul-Nya akan diancam dengan hukum dan siksaan. (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuulhal 195-196)

Nuh yang Pertama, Muhammad Penutupnya

Termasuk keyakinan Ahlus sunnah adalah beriman bahwasanya Rasul yang petama diutus adalah Nuh ‘alaihis salaam dan yang terkhir adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil yang menunjukkan bahwa Nuh adalah Rasul pertama adalah firman Allah,

إِنَّآأَوْحَيْنَآإِلَيْكَ كَمَآأَوْحَيْنَآإِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ

“Sesungguhnya Kami telah memberkan wahyu kepadamu sebagaman Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya…” (An Nisaa’:163)

Para ulama berdalil dengan ayat ini bahwa Nuh adalah rasul pertama. Sisi pendalilannya adalah dari kalimat “dan nabi-nabi yang kemudiannya”. Jika ada rasul sebelum Nuh tentunya akan dikatakan dalam ayat ini.

Adapun dalil dari sunnah adalah sebuah hadist shahih tentang syafa’at, ketika manusia mendatangi Nabi Adam untuk meminta syafaat, beliau berkata kepada mereka, “Pergilah kalian kepada Nuh, karena ia adalah rasul pertama yang diutus ke muka bumi”. Maka mereka pun mendatangi Nuh dan berkata: “engkau adalah rasul pertama yang diutus ke bumi…” (Muttafaqun ‘alaihi). Hadist ini merupakan dalil yang paling kuat menunjukkan bahwa Nuh adalah rasul pertama. Dan Nabi Adam sendiri menyebutkan bahwa Nuh sebagai Rasul pertama di atas muka bumi. (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuulhal 196-197)

Sedangkan Rasul yang terakhir adalah Muhammad sholallahu ‘alaihi wa salaam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala.

مَّاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dia adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Ahzab:40).

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa salaam bersabda, “Aku adalah penutup para Nabi, dan beliau berkata :’ Tidak ada Nabi sesudahku”. Hal ini melazimkan berakhirnya diutusnya para Rasul, karena berakhirnya yang lebih umum (yakni diutusnya Nabi) melazimkan berakhirnya yang lebih khusus (yakni diutusnya Rasul). Makna berakhirnya kenabian dengan kenabian Muhammad yakni tidak adanya pensyariatan baru setelah kenabian dan syariat yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad hal 173).

Buah Manis Iman yang Benar Terhadap Para Rasul

Keimanan yang benar terhadap para Rasul Allah akan memberikan faedah yang berharga, di antaranya adalah:

1. Mengetahui akan rahmat Allah dan perhatian-Nya kepada manusia dengan mengutus kepada mereka para Rasul untuk memberi petunjuk kepada merka kepada jalan Allah dan memberikan penjelasan kepada mereka bagaimana beribadah kepada Allah karena akal manusia tidak dapat menjangkau hal tersebut.
2. Bersyukur kepada Allah atas nikmat yang sangat agung ini.
3. Mencintai para Rasul,, mengagungkan mereka , serta memberikan pujian yang layak bagi mereka. Karena mereka adalah utusan Allah Ta’ala dan senantiasa menegakkan ibadah kepada-Nya serta menyampaikan risalah dan memberikan nasehat kepada para hamba. (Syarhu Ushuuill Iman hal 36)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menetapkan hati kita kepada keimanan yang benar. Washolallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad.

Sumber Rujukan:

1. Syarhu Ushuulil Iman. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Penerbit Daarul Qasim. Cetakan pertama 1419 H
2. Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad. Syaikh Sholih Al Fauzan Penerbit Maktabah Salsabiil Cetakan pertama tahun 2006.
3. Jaami’us Syuruuh al ‘Aqidah at Thahawiyah. Penerbit Daarul Ibnul Jauzi cetakan pertama tahun 2006.
4. Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul.Penerbit Maktabah ar Rusyd, Riyadh. Cetakan pertama 1422H/2001M.

Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki

Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Dicopy dan disebarkan Oleh : Must Ris

Selengkapnya...