Kami Panitia Renovasi Masjid Jami Al Barokah menerima dan menyalurkan infak sodhakoh jariyah, kirimkan infak sodhakoh jariyah ke rekening kami atau dapat langsung diantar ke Masjid Jami Al Barokah Jl. Warakas V Gang 6 No.87 RT. 008/RW. 09 Kel.Warakas, teriring ucapan “jaza kallah ahsanal jaza” semoga infak sodhakoh jariyah dapat menjadi berkah dan semoga Allah SWT akan melipat gandakan-NYA. Amien~~~ ....Bpk Mahir 06/10/2012 Warakas V Gg.6/96*Besi 40 btg ....Hamba Allah 12/10/2012 Warakas V Gg.6/70*Pasir 1 colt ....Hamba Allah 13/10/2012 Warakas V Gg.6/70*semen 3 sak ....1 Hamba Allah *30 September 2012* Rp500.000 ....2 Hamba Allah *30 September 2012* Rp250.000 ....3 Hamba Allah *30 September 2012* Rp250.000 ....4 Ibu Rojilah *30 September 2012* Rp20.000 ....5 Hamba Allah *30 September 2012* Rp200.000 ....6 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....7 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....8 Ibu Rojilah *06 Oktober 2012* Rp20.000 ....9 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....10 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....11 Ibu Sumiyati *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....12 Ibu Ropinah *06 Oktober 2012* Rp150.000 ....13 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp50.000 ....14 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp20.000 ....15 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp150.000 ....16 Kel.Alm Dani bin Hafid *06 Oktober 2012* Rp30.000 ....17 Rajali Bin Lahat *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....18 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....19 Hamba Allah *06 Oktober 2012* Rp200.000 ....20 H.Milujami *06 Oktober 2012* Rp300.000 ....21 Hj. Rohainah *06 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....22 Ibu Yani *06 Oktober 2012* Rp100.000 ....23 Kel. Alm Pa Ampe *06 Oktober 2012* Rp500.000 ....24 H. Dulhadi *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....25 Hamba Allah *07 Oktober 2012* Rp50.000 ....26 Bpk. Wawan Ruswandi *07 Oktober 2012* Rp500.000 ....27 H. Edi Junaedi *07 Oktober 2012* Rp300.000 ....28 H. Waridi gg V/77 *07 Oktober 2012* Rp150.000 ....29 Hamba Allah *07 Oktober 2012* Rp500.000 ....30 Hamba Allah gg 7 *07 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....31 A.Haris bin Kamaludin *07 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....32 Said *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....33 Hamba Allah *07 Oktober 2012* Rp60.000 ....34 Yuningsih *07 Oktober 2012* Rp50.000 ....35 Bpk.Irma *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....36 Zulkifli *07 Oktober 2012* Rp200.000 ....37 Hamba Allah *08 Oktober 2012* Rp200.000 ....38 Khosyi Hukama *09 Oktober 2012* Rp200.000 ....39 Hamba Allah *10 Oktober 2012* Rp200.000 ....40 Hamba Allah *10 Oktober 2012* Rp100.000 ....41 Hamba Allah *12 Oktober 2012* Rp60.000 ....42 Rahayu Yosep *12 Oktober 2012* Rp300.000 ....43 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....44 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....45 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp1.000.000 ....46 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp200.000 ....47 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....48 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp500.000 ....49 Ibu Nur Aini *09 Oktober 2012* Rp500.000 ....50 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp200.000 ....51 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp50.000 ....52 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....53 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp150.000 ....54 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp50.000 ....55 Hamba Allah *09 Oktober 2012* Rp500.000

Selasa, 20 Oktober 2009

KISAH PENGEMBARAAN JOKO UMBORO

Kupandangi wajah guruku Ki Ageng Wilis yang sangat teduh tersebut, sambil aku menunggu kalimat bijak apa yang akan beliau titahkan padaku.

Sudah semenjak pagi selepas Sholat Subuh tadi Ki Ageng memintaku untuk menemui beliau di gubuk mungil ini, letaknya di belakang padepokan Panjer Bumi di lereng gunung Wilis yang begitu asri.



Sedari tadi kami masih terdiam terpaku, sementara suara gemericik air sungai kecil yang berhulu dari Air Terjun Sedudo, berpadu dengan kicau burung prenjak menambah kesyahduan kebisuan kami.

Tiba-tiba suara dehem beliau memecah kebisuan ini, lalu selanjutnya dengan suara yang penuh kelembutan beliau berkata, “Ngger, muridku Jaka Umboro, kamu tahu apa maksudku untuk mengundangmu kesini?”

Belum sempat aku menjawab pertanyaan tersebut, Ki Ageng Wilis melanjutkan titahnya, "Ketahuilah ngger, sudah delapan tahun angger berguru dan menuntut ilmu disini sejak ayahmu sekaligus juga sahabatku Ki Jembar Panuntun, menitipkanmu padaku."

“Dan aku merasa sudah semua ilmuku kuajarkan kepadamu, mungkin saat ini adalah yang terbaik bagimu ngger, untuk memulai pengembaraanmu, mendarma baktikan ilmumu pada jalan kebajikan “.

“Aku tak hendak mengusirmu atau menundungmu pergi dari padepokan ini, tetapi seperti lazimnya para santri, jika telah cukup ilmu yang ditimba, maka sudah seyogyanyalah angger mengabdikannya pada masyarakat dan Negara, ngayomi wong-wong kang ketindas, ngemong wong-wong kang kesasar lan nuntun wong-wong kang keblinger."

“Dan perlu juga engkau ketahui ngger, tadi malam dalam tafakurku aku seolah menerima pesan ghaib dari Kanjeng Sunan Kalijaga dan para Wali di Kraton Demak Bintoro, agar aku mengutus salah seorang muridku untuk menghadap Sultan Demak, karena ada tugas yang maha berat yang akan diberikan kepada kita."

“Setelah aku menimang dan menimbang maka hanya engkaulah ngger yang kiranya akan mampu mengemban tugas tersebut."

Rentetan kalimat dan titah dari Ki Ageng Wilis membuatku terhenyak, sudah sekian tahun aku berada di padepokan ini sejak usiaku masih belasan, menimba ilmu batin maupun ilmu kanuragan, demikian banyak peristiwa indah yang aku alami tentu terasa berat bagiku jika meninggalkan padepokan ini.

Suasana keguyuban dan keakrapan diantara para murid Ki Ageng, suasana padepokan yang dikelilingi oleh alam yang asri, tentram dan indah, dan yang lebih membuatku terasa berat untuk meninggalkannya adalah sosok Dyah Ayu Wulandari.

Iya, Dyah Ayu Wulandari, gadis manis putri semata wayang Ki Ageng Wilis, sudah lama aku menaruh hati padanya, dan cintakupun tak bertepuk sebelah tangan, sebab bak gayung bersambut diapun menerima pucuk cintaku.

Senyumnya yang menawan kala dia membawakanku kendi air putih serta sebungkus tiwul, setiap saat istirahat siang sehabis aku mengerjakan ladang milik Ki Ageng di kaki gunung. Atau setiap sore hari sehabis sholat Asyar dan ngaji Bathokan di Masjid depan padepokan, kusaksikan wajah manis itu sedang memintal benang dari balik jendela rumah Ki Ageng.

Lamunanku tentang Dyah Ayu Wulandari seketika buyar, manakala Ki Ageng Wilis melanjutkan titahnya padaku.

“Bagaimana ngger, kira-kira siapkah angger menerima tugas dari Sultan Demak?”

Dengan sedikit gugup karena aku takut Ki Ageng sedang membaca pikiranku yang sedang melamunkan putrinya, akupun menjawab: “Siap Guru. Kawula siap untuk menjalankan titah Guru, apalagi ini adalah tugas dari Negara, maka sudah menjadi kewajiban kawula untuk ikut bela Negara, apabila Negara memang membutuhkan tenaga kawula “.

“ Baiklah ngger jika angger benar-benar telah siap, segeralah siapkan bekal perjalanan angger, sebab esok pagi angger mesti berangkat memulai tugas mulia ini “.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Pagi-pagi sekali aku sudah harus meninggalkan padepokan Panjer Bumi, didepan pintu gerbang Ki Ageng Wilis dan bebarapa santri temanku melepas kepergianku dengan haru, sementara di dalam rumah dari balik pintu kusaksikan Dyah Ayu Wulandari meneteskan air matanya. Tetapi aku harus pergi meski berat langkah kaki ini terayun, dalam hati aku bergumam:
Aku pergi dengan gamang hati
Langkah merambat memijak bumi
Tinggalkan jejak-jejak sepi sunyi
Burung prenjak mengejeku sambil bernyanyi

Aku pergi membawa lara hati
Kepada pujaan kutambatkan mimpi
Bila esok atau lusa aku datang kembali
Akankah dia masih setia menanti

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Tiba di suatu lembah yang ranum matahari mulai kemuning merangkak pelan menuju ujung cakrawala. Selepas sholat Asyar ditepian tanggul bantaran bengawan Madiun, sambil duduk terfekur aku melafadzkan wirid-wirid ajaran guru, “ Khasbunallah Wa Ni’mal Wakiil, Ni’mal Maula Wa ni’man Nashiir “ (Hanya Allah lah sebaik-baiknya Penjaga dan sebaik-baiknya Penolong) berulang-ulang.

Sambil merenungkan ke-Maha Agungan Gusti Allah, karya cipta-Nya yang tergambar begitu indah di seluruh jagad raya ini. Kusaksikan sebuah lukisan alam semesta yang mempesona sore ini. Hamparan sawah dan rerumputan menghijau permai, aliran air Bengawan Madiun membisu penuh arti, matahari yang mulai terkantuk di ujung senja, dari kejauhan tampak guratan-guratan lekuk tubuh Gunung Wilis membujur bak raksasa yang sedang tertidur, langit biru membentang luas tanpa ujung. Yaa Illahi, sungguh tak sia-sia Engkau ciptakan semuanya ini.

Langit mulai menguning saat sayup-sayup terdengar tembang anak-anak gembala, yang sedang menggembalakan kerbaunya di dataran lembah subur di tepi sungai ini.

Ilir-ilir ilir-ilir, Tandure woh sumilir
Tak ijo royo-royo, Tak sengguh kemanten anyar
Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir
Jumratana dondomono, kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Yoo surak ooo, suraak hii yooo.

Tembang ini menggambarkan perkembangan syi’ar Islam yang sedang tumbuh mekar, seperti daun yang ijo royo-royo dan baru namun indah seindah Pengantin anyar, memberikan nuansa yang damai diseluruh pelosok negeri Demak Bintoro, selepas dihantam huru-hara perang Paregeg, perang saudara antar Keluarga Kerajaan Majapahit.
Sekarang telah muncul kerajaan baru dengan nafas Islam yang membawa angin kesejukan dan kedamaian.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Sesampainya di Keraton Demak, kakiku setengah gemetar tatkala diantarkan kepala pejaga gerbang kerajaan menghadap ke istana Raja guna mengantarkan nawala (surat pengantar) dari Ki Ageng Wilis kepada Sultan Demak .

Sultan Demak, tampak sangat agung dan berwibawa duduk diatas dampar istananya yang sederhana, para Sunan duduk berjejer di sekeliling beliau, wajah-wajah mereka memancarkan aura keteduhan dan kearifan yang luar biasa.

Setelah membaca nawala dari Ki Ageng Wilis, Sultan Demak bertitah:

“Jadi andika yang diutus oleh Ki Ageng Wilis sebagai wakil beliau untuk tugas menumpas kekacauan yang ditimbulkan oleh para begal dan berandal Alas Roban."
“Sendiko dawuh Sinuwun," jawabku

Kemudian beliau melanjutkan titahnya :

“Aku percaya melihat dedeg piadeg andika yang gagah perkasa ini, tampaknya tidak salah Ki Ageng Wilis memilih andika, sebab saya yakin tentulah andika murid utama dari beliau yang sudah pasti mumpuni dalam hal ilmu kanuragan dan kesaktian."

“Baiklah jika andika memang sanggup mengemban tugas ini, Kami dan para Sunan disini akan membantu dengan dukungan kekuatan batin yang akan mengiringi setiap langkah andika."

“Sendiko dawuh Sinuwun," jawabku lagi.

Kanjeng Sunan Kalijaga yang sedari tadi terdiam, kemudian angkat bicara:

“Ngger Jaka Umboro, tetapi sliramu harus hati-hati, Bogel Kaliki ketua dari para begal Alas Roban itu mempunyai kesaktian yang digdaya sekaligus juga sangat kejam dan tak berperi kemanusiaan."

“Sliramu harus terus waspada menghadapi kesaktian dan muslihat liciknya yang memang berbahaya, sebab telah aku dengar banyak sekali para pendekar yang mencoba menumpasnya harus menyerah kalah dan mati ditangannya."

“Untuk itu ngger, aku ingin menitipkan pusakaku kepadamu sebagai bekal dalam menghadapinya nanti."

Selanjutnya dari balik bajunya beliau mengeluarkan sebilah keris pusaka, kemudian menyerahkannya kepadaku.

Tanganku gemetar menerima keris pusaka Kyai Sengkelat milik Sunan Kalijaga yang hendak dipinjamkannya kepadaku itu. Seolah-olah aku tak percaya bahwa aku harus menerima amanah berupa keris pusaka yang sangat ampuh itu.

“Nyuwun pangestunipun kanjeng Sunan, semoga kawula bisa menerima amanah kanjeng Sunan ini, serta mampu menyelesaikan tugas Negara yang mulia ini dengan tuntas," kataku.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Alas Roban memang angker, tak salah memang tidak sembarangan orang berani memasuki kawasan hutan ini, ibaratnya Janmo Moro Janmo Mati Sato Moro Sato Mati, manusia berani masuk maka dia kan mati, binatang buas berani masuk maka dia juga akan mati.

Dengan terus waspada aku melangkah masuk kedalamnya, sambil menyiagakan seluruh panca inderaku, aji-aji Ciptaning Rasa Hening ing Pikir wejangan guruku kulafadzkan pelan-pelan denga penuh konsentrasi.

Seketika seluruh panca inderaku seolah terasa lebih tajam dan peka, mataku seolah mampu menyapu jarak ribuan hasta ditengah-tengah hutan belantara yang gulita, telingaku seperti mampu mendengar gesekan daun-daun kering yang berjatuhan dari rantingnya, hidungku seolah mampu mencium seluruh aroma pepohonan dan ilalang yang tumbuh liar tak beraturan.

Sembari terus memasang sikap waspada aku bergerak menuju tengah-tengah belantara Alas Roban, tempat yang konon katanya merupakan sarang dari gerombolan begal dan penyamun yang menakutkan itu.

Tiba-tiba terdengar suara orang-orang tertawa terbahak-bahak, kemudian bermunculan-lah beberapa kelebat bayangan, keluar dari persembunyian dibalik pohon-pohon besar yang tumbuh liar.

Dua belas orang mengepungku dari berbagai penjuru, sambil terus tertawa mereka mengejeku, tampang-tampang mereka yang seram dan brewokan plus baju-baju mereka yang hitam semakin menambah keberingasan di wajah mereka.

Tak salah jika mereka dijuluki sebagai gerombolan Tiga Belas Setan Penghuni Alas Roban melihat wajah mereka yang menyeramkan itu tampaknya cocok julukan itu disematkan pada mereka.

Gerombolan begal, yang telah menebar teror dan kekacauan didaerah pantai utara Jawa dan sekitarnya, telah banyak kampung-kampung penduduk yang dijarah dan dirampok, telah banyak gadis-gadis yang diculik dan diperkosa oleh mereka.

Tetapi ini baru dua belas orang kemana yang satu-nya lagi tanyaku dalam hati.

“Hai siapa kau bocah bagus, berani-beraninya kau memasuki kawasan kami, kamu sudah bosan hidup ya?" salah seorang dari mereka berkata.

“Ha ha ha ha ha," lalu ditimpali dengan tawa yang menggema dari yang lainnya.
“ Aku Jaka Umboro, aku ditugaskan oleh Sultan Demak untuk menumpas kalian, untuk membinasakan kebiadapan kalian," teriaku lantang.
“Ha ha ha ha ha," kembali tawa lantang mereka bergema bersautan.
“Apa kami tak salah dengar, bocah ingusan macam kamu berani menantang kami? Ha ha ha ha, jangan mimpi bocah bagus! Ha ha ha ha.”
“Menyerahlah kalian atau akan aku kirim ke neraka ! “, kataku tegas.
“Ha ha ha ha ha , sombong benar bocah ini tak sabar aku mencoba keberaniannya “, seorang dari mereka kemudian meloncat menerkamku dengan tendangan kaki kanan mengarah ke kepalaku.

Dengan sedikit miringkan kepala, kuberhasil menghindar dari tendangannya, lalu secepat kilat pula kuayunkan pukulan Tapak Baja tepat kearah tulang rusuknya. Dia tak bisa menghindari pukulanku, dengan keras pukulan Tapak Bajaku menghantam tulang rusuknya, dia terlempar jatuh ketanah tewas seketika.

Sebelas kawannya marah bukan kepalang melihat temannya aku tewaskan, mereka lalu menyerbuku dari segala penjuru. Dengan jurus Alap-alap Nyamber Langit aku melompat terbang keatas menghindari serbuan mereka, lalu kulanjutkan dengan jurus Alap-alap Nyamber Bumi, dengan kepala menukik kebawah kedua telapak tanganku mencakar mengincar batok kepala mereka.

Dua dari mereka tak sempat mengelak cengkeraman cakaranku, lalu keduanya jatuh tersungkur tewas dengan batok kepala pecah. Sisa-sisa gerombolan itu menjadi semakin liar menyerangku, golok-golok mereka berkelebatan berusaha menyabet tubuhku. Dengan sigap aku terus bergerak menghindari serbuan mereka. Dan sekali-sekali pukulan Tapak Bajaku, mampu kuhujamkan satu persatu kearah mereka.

Setelah bertarung hampir sepuluh jurus, akhirnya aku berhasil menewaskan mereka semua. Bau anyir darah berceceran dimana-mana, mayat-mayat mereka bergelimpangan tumpang tindih. Balasan yang setimpal atas kejahatan dan kebejatan mereka selama ini.

“Bangsat, bedebah siapa yang berani melakukan ini ditempatku! “, tiba-tiba terikan menggelegar muncul dari kejauhan.

Secepat kilat sebuah bayangan tinggi besar berkelebat lalu muncul didepanku. Rupanya ini dia si Bogel Kaliki, ketua dari gerombolan begal Tiga Belas Setan Penghuni Alas Roban. Tokoh dunia hitam yang paling kejam dan ditakuti oleh tokoh-tokoh dunia persilatan.

“Hei siapa kau bocah keparat, berani membuat keonaran ditempatku dan membantai semua pengikutku ?”, tanyanya geram.
“Tak perlu kau tahu siapa aku, yang jelas aku akan menyeretmu menghadap Sultan Demak sebagai balasan atas semua kejahatanmu ”, tukasku.
“Bedebah ingusan, kau benar-benar membuatku ingin segera menghabisimu, sebagai balasan atas kematian anak buahku, tubuhmu akan kucincang kujadikan makanan harimau piaraanku “, gertaknya.
“Jangan banyak bicara kau, hai manusia bejat, menyerahlah atau akan kukirim kau ke neraka bersama para pengikutmu “, ancamku.

Dia semakin marah, tubuhnya tiba-tiba bergetar, keluar asap mengepul diubun-ubun kepalanya, wajahnyapun berubah memerah darah, rupa-rupanya dia akan mengeluarkan aji pamungkasnya yaitu ajian Singo Barong.

Dengan auman yang menggelegar dia menerjangku seperti singa hendak menerkam mangsanya, meski tubuhnya tinggi dan besar namun gerakannya sangat cepat sekali, ini tanda bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sudah cukup sempurna.

Beruntung guruku Ki Ageng Wilis mewarisiku ajian Lembu Sekilan, sehingga setiap terkaman dan terjangan dari Bogel Kaliliki, selalu meleset satu kilan jauhnya dari tubuhku.

Diapun menjadi semakin mengganas, terjangan dan cakarannya membabi buta kearahku, dan lagi-lagi semua serangannya berhasil kuhindari. Malah dalam satu kesempatan ketika dia lengah, pukulan Tapak Bajaku telak menghantam punggungnya. Dia terpental jatuh, tapi sungguh hebat memang tenaga dalamnya, telapakku terasa ngilu dibuatnya.

Dia mengerang lalu bangkit lagi, namun tiba-tiba dia mengubah posisinya dengan duduk bersila dan mulutnya komat-kamit membaca mantra ajiannya. Tubuhnya yang semula berwarna merah berubah menjadi kebiru-biruan, kedua telapak tangannya mengepal.

Perlahan dari kedua kepalan tangannya mengeluarkan api, inilah rupanya ajian Tinju Geni yang merupakan pukulan pamungkasnya itu. Kembali dia mengaum lalu bangkit menerjangku, pukulan tinju geninya terus dilayangkan ketubuhku. Kilatan-kilatan api yang keluar dari kedua tangannya menyambar kearahku, beberapa pukulannya yang meleset menghantam pohon-pohon besar, dan membuatnya hangus terbakar.

Tak mau menjadi korban keganasan pukulan tinju geni, akupun mengerahkan jurus pamungkasku ajian Bolo Sewu, dengan mempercepat gerakan tubuhku, maka seolah tubuhku berubah seperti seribu bayangan. Aji pamungkas yang secara khusus diajarkan Ki Ageng Wilis, dengan menggemblengku di tepian Air Terjun Sedudo.

Bogel Kaliki tercekat kebingungan melihat ribuan bayangku mengepungya dari berbagai penjuru, tenaganyapun mulai kehabisan karena serangan-serangannya yang gagal mengenaiku. Lalu dia cabut Golok Setan senjata andalanya, lalu membabatku membabi buta, namun semua sabetannya hanya mengenai bayang-bayang kosong.

Hampir tiga puluh jurus kami bertarung, hingga akhirnya dalam sebuah kelengahannya aku berhasil menikamkan keris Kyai Sengkelat tepat di jantungnya. Bogel Kaliki mengerang panjang lalu diapun terkapar tewas ditanganku.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Sultan Demak hendak mengangkatku sebagai menantunya, putrinya yang jelita Raden Ajeng Retno Siti Ruhmaningsih hendak dijodohkan denganku.

Pesta pernikahanpun telah disiapkan, semua ubo rampenya sudah di persiapkan oleh para dayang-dayang keraton: dampar penganten, kuwade (dari bahasa Arab: Ku yang berarti Jagalah dan Wadi yang artinya Rahasia maksudnya dalam membina rumah tangga harus bisa menjaga rahasia dan mengayomi pasangannya masing-masing), kembang setaman, janur kuning, beras kuning, sego tumpeng gunung kempul, iwak ikung, semuanya telah ditata dengan rapi, untuk menyambut para tetamu.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Perlahan-lahan kakiku melangkah, didampingi para abdi dan dayang pembawa kembang mayang. Tembang Kebo Giro mengalun begitu lembut diiringi oleh Gamelan Kyai Cundramanik yang bertalu-talu membuat pesta pengantin terasa syahdu. Di ujung sana kulihat Raden Ajeng Retno Siti Ruhmaningsih tampak begitu cantik mempesona, dibalut baju pengantin yang maneko warno, aroma harum dari kembang setaman membuat jantungku berdetak kencang.

Duduk diatas dampar pengantin, didampingi seorang putri nan jelita, aku benar-benar tak pernah membayangkan sebelumnya. Sekilas kulirik wajahnya, diapun tersenyum padaku, jantungku semakin berdetak tak beraturan, aku tertunduk tersipu malu (tapi mau).

Tak dinyana-nyana diajeng Retno Ruhmaningsih tiba-tiba menjawil pundakku lalu berkata :
“Sir, Do you want a cup of coffe ? “

Tergagap aku terbangun dari kantukku, didepanku kulihat gadis cantik pramugari Ettihad Airways sedang tersenyum.

“Sorry, come again ?”, tanyaku balik kepadanya.
“Do you want a cup of coffe ?”, tanyanya lagi kepadaku.
“Ya, ya but please give a little bit of sugar ? “, jawabku.

Selang beberapa saat kemudian sang Pilot mengumumkan bahwa sekitar tiga puluh menit lagi pesawat akan mendarat di Abu Dhabi airport. Masih terduduk termangu dikursiku aku terngiang-ngiang akan mimpiku.

Sambil kuseruput kopi panas buatan mbak pramugari tadi, dalam hati aku mengumpat : weleh, weleh, weleh, wee lha dalah jebule amung mimpi, ternyata semuanya tadi hanya mimpi, maka gagalah aku menjadi menantu Sultan Demak.

Note: Nama tokoh dan tempat yang tersebut diatas hanyalah fiktif semata, bila ada kesamaan dan persamaan itu hanyalah kebetulan saja, karena kisah ini hanya terjadi di alam mimpi.

Wasalam & semoga terhibur

Doha, 4 Oktober 2009

Cerita Humor oleh : Rudi Setiawan / Kompas.com
Dicopy dan dipublikasikan kembali oleh : must ris



Selengkapnya...

Rabu, 07 Oktober 2009

MUSIBAH, Antara Pahala dan Dosa

Segala puji bagi Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Salawat dan salam semoga tercurah kepada teladan kaum beriman Muhammad bin Abdullah, dan juga para pengikutnya yang setia kepada ajaran-ajarannya di saat suka maupun duka. Amma ba’du.



Sesungguhnya musibah dan bencana merupakan bagian dari takdir Allah Yang Maha Bijaksana. Allah ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (Qs. at-Taghabun: 11)

Ibnu Katsir rahimahullah menukil keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa yang dimaksud dengan izin Allah di sini adalah perintah-Nya yaitu ketetapan takdir dan kehendak-Nya. Beliau juga menjelaskan bahwa barang siapa yang tertimpa musibah lalu menyadari bahwa hal itu terjadi dengan takdir dari Allah kemudian dia pun bersabar, mengharapkan pahala, dan pasrah kepada takdir yang ditetapkan Allah niscaya Allah akan menunjuki hatinya. Allah akan gantikan kesenangan dunia yang luput darinya -dengan sesuatu yang lebih baik, pent- yaitu berupa hidayah di dalam hatinya dan keyakinan yang benar. Allah berikan ganti atas apa yang Allah ambil darinya, bahkan terkadang penggantinya itu lebih baik daripada yang diambil. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma ketika menafsirkan firman Allah (yang artinya), “Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan menunjuki hatinya.” Maksudnya adalah Allah akan tunjuki hatinya untuk merasa yakin sehingga dia menyadari bahwa apa yang -ditakdirkan- menimpanya pasti tidak akan meleset darinya. Begitu pula segala yang ditakdirkan tidak menimpanya juga tidak akan pernah menimpa dirinya (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/391] cet. Dar al-Fikr)

Beliau -Ibnu Katsir- juga menukil keterangan al-A’masy yang meriwayatkan dari Abu Dhabyan, dia berkata, “Dahulu kami duduk-duduk bersama Alqomah, ketika dia membaca ayat ini ‘barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan menunjuki hatinya’ dan beliau ditanya tentang maknanya. Maka beliau menjawab, ‘Orang -yang dimaksud dalam ayat ini- adalah seseorang yang tertimpa musibah dan mengetahui bahwasanya musibah itu berasal dari sisi Allah maka dia pun merasa ridha dan pasrah kepada-Nya.” Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim di dalam tafsir mereka. Sa’id bin Jubair dan Muqatil bin Hayyan ketika menafsirkan ayat itu, “Yaitu -Allah akan menunjuki hatinya- sehingga mampu mengucapkan istirja’ yaitu Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/391] cet. Dar al-Fikr)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas berlaku umum untuk semua musibah, baik yang menimpa jiwa/nyawa, harta, anak, orang-orang yang dicintai, dan lain sebagainya. Maka segala musibah yang menimpa hamba adalah dengan ketentuan qadha’ dan qadar Allah. Ilmu Allah telah mendahuluinya, kejadian itu telah dicatat oleh pena takdir-Nya. Kehendak-Nya pasti terlaksana dan hikmah/kebijaksanaan Allah memang menuntut terjadinya hal itu. Namun, yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah hamba yang tertimpa musibah itu menunaikan kewajiban dirinya ketika berada dalam kondisi semacam ini ataukah dia tidak menunaikannya? Apabila dia menunaikannya maka dia akan mendapatkan pahala yang melimpah ruah di dunia dan di akherat. Apabila dia mengimani bahwasanya musibah itu datang dari sisi Allah sehingga dia merasa ridha atasnya dan menyerahkan segala urusannya -kepada Allah, pent- niscaya Allah akan tunjuki hatinya. Dengan sebab itulah ketika musibah datang hatinya akan tetap tenang dan tidak tergoncang seperti yang biasa terjadi pada orang-orang yang tidak mendapat karunia hidayah Allah di dalam hatinya. Dalam keadaan seperti itu Allah karuniakan kepada dirinya -seorang mukmin- keteguhan ketika terjadinya musibah dan mampu menunaikan kewajiban untuk sabar. Dengan sebab itulah dia akan memperoleh pahala di dunia, di sisi lain ada juga balasan yang Allah simpan untuk-Nya dan akan diberikan kepadanya kelak di akherat. Hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya hanya akan disempurnakan balasan bagi orang-orang yang sabar itu dengan tanpa batas hitungan.” (Taisir al-Karim ar-Rahman [1/867], software Maktabah asy-Syamilah)

Beliau melanjutkan, dari sinilah dapat dimengerti bahwa barang siapa yang tidak beriman terhadap takdir Allah ketika terjadinya musibah dan dia meyakini bahwa apa yang terjadi sekedar mengikuti fenomena alam dan sebab-sebab yang tampak niscaya orang semacam itu akan dibiarkan tanpa petunjuk dan dibuat bersandar kepada dirinya sendiri. Apabila seorang hamba disandarkan hanya kepada kekuatan dirinya sendiri maka tidak ada yang diperolehnya melainkan keluhan dan penyesalan yang hal itu merupakan hukuman yang disegerakan bagi seorang hamba sebelum hukuman di akherat akibat telah melalaikan kewajiban bersabar. Di sisi yang lain, ayat di atas juga menunjukkan bahwasanya setiap orang yang beriman terhadap segala perkara yang diperintahkan untuk diimani, seperti iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, takdir yang baik dan yang buruk, dan melaksanakan konsekuensi keimanan itu dengan menunaikan berbagai kewajiban, maka sesungguhnya hal ini merupakan sebab paling utama untuk mendapatkan petunjuk Allah dalam menyikapi keadaan yang dialaminya sehingga dia bisa berucap dan bertindak dengan benar. Dia akan mendapatkan petunjuk ilmu maupun amalan. Inilah balasan paling utama yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman. Maka orang-orang beriman itulah orang yang hatinya paling mendapatkan petunjuk di saat-saat berbagai musibah dan bencana menggoncangkan jiwa kebanyakan manusia. Keteguhan itu ditimbulkan dari kokohnya keimanan yang tertanam di dalam jiwa mereka (dengan sedikit peringkasan dari Taisir al-Karim ar-Rahman [1/867], software Maktabah asy-Syamilah)

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa di dalam ayat di atas terkandung beberapa pelajaran yang agung, yaitu:
Segala musibah yang menimpa itu terjadi dengan qadha’ dan qadar dari Allah ta’ala.
Merasa ridha terhadap takdir tersebut dan bersabar dalam menghadapi musibah merupakan bagian dari nilai-nilai keimanan, sebab Allah menamakan sabar di sini dengan iman.
Kesabaran itu akan membuahkan hidayah menuju kebaikan di dalam hati dan kekuatan iman dan keyakinan ((I’anat al-Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid [3/140] software Maktabah asy-Syamilah)

Kedudukan Sabar dan Pengertiannya

Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan,

الصَّبْرُ مِنَ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ ، فَإِذَا ذَهَبَ الصَّبْرُ ذَهَبَ الإِيمَانُ.

“Sabar bagi keimanan laksana kepala dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya [31079] dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [40], bagian awal atsar ini dilemahkan oleh al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ [3535], lihat Shahih wa Dha’if al-Jami’ as-Shaghir [17/121] software Maktabah asy-Syamilah)

Walaupun secara sanad atsar ini dinilai lemah, namun secara makna bisa diterima. Hal itu dikarenakan cakupan sabar yang demikian luas dalam agama Islam. Ia mencakup sikap seorang hamba dalam menghadapi berbagai perintah dan larangan serta berbagai keadaan yang dialami manusia di dalam kehidupan, di saat senang maupun susah. Untuk itu, marilah kita cermati pengertian sabar ini agar jelas bagi kita bahwa hidup tanpa kesabaran pada akhirnya akan menyeret manusia dalam jurang kekafiran.

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan,

الصبر لغة: الحبْس، قال الله تعالى لنبيه: {وَاصْبرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ} أي: احبسها مع هؤلاء. وأما في الشرع فالصبر هو: حبس النفس على طاعة الله سبحانه وتعالى وترك معصيته. وذكر العلماء: أن الصبر له ثلاثة أنواع: صبرٌ على طاعة الله، وصبرٌ عن محارم الله، وصبرٌ على أقدار الله المؤلِمة.

“Sabar secara bahasa artinya adalah menahan diri. Allah ta’ala berfirman kepada nabi-Nya (yang artinya), ‘Sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang berdoa kepada Rabb mereka’. Maksudnya adalah tahanlah dirimu untuk tetap bersama mereka. Adapun di dalam istilah syari’at, sabar adalah: menahan diri di atas ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan untuk meninggalkan kedurhakaan/kemaksiatan kepada-Nya. Para ulama menyebutkan bahwa sabar itu ada tiga macam: sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi perkara-perkara yang diharamkan Allah, dan sabar saat menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan.” (I’anat al-Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid [3/134] software Maktabah asy-Syamilah)

Ketika kesabaran lenyap

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اثْنَتَانِ فِى النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ الطَّعْنُ فِى النَّسَبِ وَالنِّيَاحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ

“Ada dua buah perkara dalam diri manusia yang merupakan bentuk kekafiran. Mencaci maki garis keturunan dan meratapi mayit.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

an-Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud hadits ini adalah kedua perbuatan ini tergolong perbuatan orang-orang kafir (Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim [2/57] software Maktabah asy-Syamilah). Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menerangkan bahwa hadits ini mencakup dua makna. Yang pertama yang dimaksud kufur di sini adalah kufur nikmat -tidak sampai mengeluarkan dari agama, pent- sedangkan yang kedua yang dimaksud adalah keduanya digolongkan sebagai perbuatan orang-orang kafir (Kaysf al-Musykil min Hadits Shahihain [1/1025] software Maktabah asy-Syamilah).

Di antara pelajaran berharga yang bisa dipetik dari hadits ini adalah:
Diharamkannya mencaci maka nasab/garis keturunan dan meratapi mayit.
Isyarat yang menunjukkan bahwasanya kedua perbuatan ini akan tetap muncul di dalam umat ini.
Bisa jadi di dalam diri seseorang terdapat sifat atau ciri kekafiran namun dia tidak bisa dicap sebagai orang kafir -semata-mata karena hal itu-
Islam melarang segala sesuatu yang mengarah kepada perpecahan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz al-Qor’awi, hal. 272)

Hikmah di balik derita

Tidaklah kita ragukan barang sedikitpun bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana, tidak sedikit pun Allah menganiaya hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ () الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ () أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Benar-benar Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, serta kekurangan harta, lenyapnya nyawa, dan sedikitnya buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah, dan kami juga akan kembali kepada-Nya’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Rabb mereka dan curahan rahmat. Dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (Qs. al-Baqarah: 155-157)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا ، وَإِذَا أَرَادَ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَلَيْهِ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya mendapatkan kebaikan maka Allah segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan untuknya maka Allah akan menahan hukumannya sampai akan disempurnakan balasannya kelak di hari kiamat.” (HR. Muslim)

Di dalam hadits yang agung ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa ada kalanya Allah ta’ala memberikan musibah kepada hamba-Nya yang beriman dalam rangka membersihkan dirinya dari kotoran-kotoran dosa yang pernah dilakukannya selama hidup. Hal itu supaya nantinya ketika dia berjumpa dengan Allah di akherat maka beban yang dibawanya semakin bertambah ringan. Demikian pula terkadang Allah memberikan musibah kepada sebagian orang akan tetapi bukan karena rasa cinta dan pemuliaan dari-Nya kepada mereka namun dalam rangka menunda hukuman mereka di alam dunia sehingga nanti pada akhirnya di akherat mereka akan menyesal dengan tumpukan dosa yang sedemikian besar dan begitu berat beban yang harus dipikulnya ketika menghadap-Nya. Di saat itulah dia akan merasakan bahwa dirinya memang benar-benar layak menerima siksaan Allah. Allah memberikan karunia kepada siapa saja dengan keutamaan-Nya dan Allah juga memberikan hukuman kepada siapa saja dengan penuh keadilan. Allah tidak perlu ditanya tentang apa yang dilakukan-Nya, namun mereka -para hamba- itulah yang harus dipertanyakan tentang perbuatan dan tingkah polah mereka (diolah dari keterangan Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz al-Qor’awi dalam al-Jadid fi Syarhi Kitab at-Tauhid, hal. 275)

Di antara pelajaran berharga bagi kehidupan kita dari hadits yang agung ini adalah:
Allah memiliki kehendak yang sesuai dengan kemuliaan dan keagungan diri-Nya.
Kebaikan dan keburukan semuanya ditakdirkan oleh Allah ta’ala.
Cobaan/musibah yang menimpa orang-orang yang beriman merupakan salah satu tanda kebaikan baginya selama hal itu tidak menyebabkannya meninggalkan kewajiban atau terjatuh dalam perkara yang diharamkan.
Semestinya seseorang merasa khawatir atas kenikmatan dan kesehatan yang selama ini senantiasa dia rasakan. Sebab boleh jadi itu adalah istidraj/bentuk penundaan hukuman baginya, sementara dia tahu betapa banyak maksiat yang telah dilakukannya, wal ‘iyadzu billah.
Wajibnya untuk berprasangka baik kepada Allah atas segala perkara dunia yang tidak mengenakkan yang menimpa diri kita.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa pemberian Allah kepada hamba-Nya tidak selalu mencerminkan bahwa Allah meridhai hal itu untuknya. Seperti contohnya orang yang setiap kali hendak minum khamr kemudian dia selalu mendapatkan kemudahan untuk mendapatkannya, atau bahkan memperolehnya secara gratis. Maka ini semua bukanlah bukti kalau Allah menyukai hal itu untuknya (diambil dari al-Jadid fi Syarhi Kitab at-Tauhid, hal. 275 dengan sedikit tambahan keterangan dan contoh)

Inilah uraian ringkas yang bisa kami sajikan dalam tuisan yang sangat sederhana ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, Sabtu 14 Syawwal 1430 H
Hamba yang mengharapkan ampunan Rabbnya
*********************************
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel abu0muhslih.wordpress.com dipublikasi ulang oleh www.muslim.or.id
dicopy dan publikasikan ulang oleh http://masjidkualbarokah.blogspot.com
Selengkapnya...